Dr. Sa’diyah El Adawiyah
Pemerhati lingkungan dan Pakar Gender
Agama dan lingkungan tidak dapat dipisahkan meskipun seringkali dipahami secara terpisah. Pemahaman tersebut berkembang selama ini, sehingga agama cenderung tidak memberikan kontribusi yang memadai terhadap kesadaran umat dalam menjaga lingkungan. Padahal terdapat hubungan yang erat antara agama dan lingkungan hidup, khususnya pada kontribusi agama dalam mempengaruhi perilaku manusia terhadap persepsi dan tingkah lakunya dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup di sekitarnya. Sehingga muncullah berbagai macam Gerakan untuk membangun etika lingkungan. Salah satunya muncul Gerakan model kultural dengan 3 hal dalam memahami lingkungan; 1) alam memiliki sumberdaya yang terbatas, 2) alam diciptakan dengan prinsip keseimbangan, satu sama lain salingbergantung, dan rentan intervensi manusia, 3) materialisme dan sedikit hubungan dengan alam hanya menjadikan manusia cendurung mendevaluasikan alam (Kemton, Boster, dan Hartley, 1995). Di kalangan ilmuwan sosial, misalnya menawarkan agar sosiologi beralih ke sosiologi agama. Stark (1999) misalnya menawarkan teori rational choice yang menawarkan pertimbangan evolusi keagamaan, di mana kekuatan supernatural yang dimaksud adalah Tuhan, dan manusia harus mengembangkan model interaksi dengan Tuhan, yaitu melalui agama.
Agama secara implisit mengajarkan umat beragama untuk mengetahui, dan menyadari arti penting menjaga lingkungan sehari-hari. Setiap kerusakan alam, akan memberikan dampak buruk jangka panjang kepada diri manusia sendiri. Seperti yang terdapat dalam surat Ar-Rum ayat 41 :
لُوا َمِ ي ع ذِ َّ ْ َض ال ع َ ب ْ م ُ َه يق ذِ ُ ي ِ َّا ِس ل ي الن دِ ْ َ ْت أَي ب َ َكس ا َ ِ ِر ِب ْ َح الْب َ ِ و ّ ر َ ِِف الْب ُ اد َ َس الْف َ ر َ ظَه وَو ُ ع ِ ْ ر َ ي ْ م ُ ه َّ ل َ لَع .
“Telah tampak kerusakan di bumi dan di laut karena tangan-tangan manusia yang akhirnya Allah rasakan kepada mereka ganjaran dari sebahagian yang mereka kerjakan, supaya mereka kembali” (ar-Rum, 41).
Upaya mewujudkan green ecology, membutuhkan perilaku etis. Perilaku yang terbentuk melalui pesan theologis dengan berbagai diskursusnya tentang kelestarian lingkungan, pengendalian dalam mengeksploitasi alam, pola relasi manusia dengan alam, harus mendapatkan perhatian. Namun ironisnya, pesan etis-theologis ini tidak sekuat pesan-pesan yang dikembangkan oleh pasar, padahal basic filosofi kehidupan yang berkembang saat ini adalah mekanisme pasar, dengan dikendalikan oleh mereka yang kaya (the rule of the rich). Mereka yang mengendalikan pasar, lebih tertarik pada pesan pesan antroposentrime sekular. Eksploitasi alam lebih dipercayakan kepada sains dan teknologi, dari pada dipercayakan kepada pesan-pesan ketuhanan. Hegemoni the rule of the rich yang bermain dengan hukum mekanisme pasar bebas itu telah banyak menyebarkan kecemasan, kemarahan, kekerasan dan radikalisasi. Sehingga, diskursus etika dan ketuhanan bisa dijadikan inspirasi untuk membangun kekuatan counter hegemony terhadap kekuatan mekanisme pasar bebas yang hegemonik itu, sembari mencoba membuka ruang lebih lebar untuk membangun green ecology.