Melampaui Teknokrasi: Menyentuh Hati Menyelamatkan Bumi

Kajian bersama Prof. Dr. Herry Purnomo (Guru Besar IPB, Direktur CIFOR Indonesia)

YP2N Bogor – Tulisan ini diambil dari “pembekalan Ilmiah Pemuka Agama dan Komunitas Keagamaan tentang Hutan, Manusia, dan Bumi” yang diselenggarakan oleh Interfaith Rainforest Initiative (IRI) dari acara Ringkasan pemaparan Prof. Herry Purnomo tentang krisis iklim dan solusi holistiknya sangat mendalam dan relevan. Berikut poin-poin kunci yang dapat disarikan:

1. **Krisis Iklim sebagai Kenyataan Mendesak:**
* Kenaikan suhu bumi 1,1°C (tertinggi dalam 125.000 tahun) sudah terjadi.
* Batas kritis 1,5°C akan terlampaui dalam dua dekade tanpa intervensi mendasar, membawa dampak ekologis dan sosial yang tak terkendali.

2. **Penyebab Utama: Aktivitas Manusia & Sistem:**
* Pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, urbanisasi masif, dan konsumsi tak berkelanjutan.
* Krisis adalah konsekuensi sistem sosial-ekonomi manusia, bukan semata sistem alam.

3. **Solusi Teknokratis Tidak Cukup:**
* Sains, teknologi, dan kebijakan publik saja tidak memadai.
* **Dimensi Krusial yang Terabaikan:** Perlu perubahan paradigma spiritual dan etika ekologis.

4. **Konsep Kunci: Interdependensi:**
* Manusia, hutan, pohon, dan bumi adalah satu kesatuan ekosistem yang saling menopang.
* Hutan & pohon menyediakan oksigen, air, pangan, penyerap karbon, serta memiliki nilai spiritual-budaya.
* Ironi: Manusia bergantung pada hutan sekaligus menjadi perusak utamanya.

5. **Akar Masalah: Antroposentrisme:**
* Pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat alam semesta dan mengukur segalanya berdasarkan manfaat bagi manusia.
* **Solusi Paradigmatik:** Perlu beralih ke pendekatan **biosentris** (nilai intrinsik semua makhluk hidup) dan **ekosentris** (manusia bagian dari jejaring kehidupan).

6. **Pilar Etika Lingkungan:**
* Menghormati semua bentuk kehidupan.
* Tanggung jawab moral lintas generasi (keadilan antargenerasi).
* Keadilan ekologis.
* Gaya hidup sederhana & ramah lingkungan.
* Pelibatan komunitas lokal & nilai spiritual dalam pelestarian.

7. **Peran Hukum & Keterbatasannya:**
* Indonesia memiliki regulasi (e.g., UU Kehutanan, UU Pencegahan Kerusakan Hutan).
* **Tantangan:** Hukum tidak efektif tanpa kesadaran kolektif masyarakat.

8. **Contoh Sukses Holistik: Restorasi Mangrove Sungsang:**
* Merehabilitasi ekosistem pesisir.
* Memberdayakan masyarakat (pemuda, perempuan) melalui penanaman, silvofishery, dan kewirausahaan ramah lingkungan.
* Bukti bahwa pelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan sosial dapat berjalan beriringan.

9. **Peran Strategis Tokoh Agama:**
* Memiliki posisi unik untuk mendorong transformasi etis-spiritual masyarakat.
* Pendekatan lintas iman efektif menyampaikan pesan ekologis ke ruang batin.
* Pesan: “Surga dan neraka” juga diciptakan di bumi melalui tindakan manusia terhadap alam.

10. **Krisis Iklim sebagai Krisis Spiritual:**
* Inti masalah: Ketercerabutan manusia dari akar relasi ekologisnya.
* **Solusi Holistik Mutlak Diperlukan:** Harus menggabungkan pengetahuan ilmiah, kebijakan publik, **dan** nilai-nilai moral, budaya, serta keagamaan.
* **Seruan Inti:** Manusia harus menyadari diri sebagai bagian dari jalinan kehidupan, bukan penguasa alam, dan bertindak berdasarkan rasa hormat, cinta, dan tanggung jawab terhadap Bumi.

Kesimpulan Prof. Herry Purnomo: Mengatasi krisis iklim memerlukan pendekatan yang jauh melampaui solusi teknis dan kebijakan. Transformasi mendasar pada tingkat kesadaran manusia, pergeseran dari antroposentrisme ke etika ekologis yang menghormati interdependensi seluruh kehidupan, serta pemberdayaan komunitas dan pemanfaatan nilai-nilai spiritual/agama, merupakan elemen kunci yang tidak terpisahkan untuk menciptakan masa depan yang berkelanjutan.