KRISIS KEDAULATAN PANGAN INDONESIA & 9 STRATEGI DARURAT

YP2N-Bogor, 13 Juni 2025 Prof. Dr. Edi Santosa, S.P., M.Si. selaku Guru Besar Bidang Ilmu Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor berbicara pada Pidato Guru Besar “Mengakar di Tanah Sendiri: Merebut Kembali Kedaulatan Pangan”. Kegiatan diselenggarakan oleh BKJ-GPTN, Forum 2045, Faperta Universitas Gadjah Mada, dan Faperta Universitas Brawijaya. Didukung Fisipol Universitas Proklamasi 45, STIA “AAN” Yogyakarta, Faperta Universitas Janabadra, FKIP Universitas Sulawesi Tenggara, Institut Pertanian INTAN, Sekolah Pembaruan Desa, Akademi Hikmah, dan Kampus Tani. Acara berlangsung pada Pukul 19.30 – 21.00 WIB secara zoom live.

Guru Besar IPB, Prof. Edi Santosa, membongkar fakta kritis ketergantungan pangan Indonesia:

    “92,2% kedelai, 72,7% gula, dan 32,9% daging sapi kita berasal dari impor. Bahkan bawang putih impor terus meningkat. Ini darurat kedaulatan!”

Data BPS 2021-2023 yang dipaparkan menunjukkan swasembada beras (98,85%) hanyalah “jago kandang”—komoditas strategis lain justru tambah bergantung luar negeri.

5 KRISIS PENYEBABNYA:

    *Lahan Pertanian Menyusut Drastis: Hilang 5 juta hektar dalam 10 tahun (2015-2025).
    *Petani Terjepit: 56,5% petani hanya punya lahan <0,5 ha—pendapatan Rp7,6 juta/bulan, jauh di bawah standar sejahtera (Rp16,5 juta).
    *Degradasi Lingkungan Parah: 70% petani NTT hadapi erosi dan penurunan kesuburan tanah.
    *Teknologi Minim: Hanya 60% petani terapkan rotasi pestisida; mekanisasi masih terbatas.
    *Ancaman Iklim & Pasar: Banjir, kekeringan, dan dominasi korporasi global kuasai 70% pasar benih.

Adapun 9 STRATEGI REVOLUSIONER YANG DIAJUKAN:

    *Depolitisasi Pangan: Cabut pangan dari jargon politik, fokus pada kebijakan berbasis data.
    *Reforma Agraria: Targetkan kepemilikan lahan petani 2-5 ha/keluarga.
    *Kontrak Farming Nasional: Skema kuota berjenjang (Presiden-Gubernur-Bupati-Petani) dengan Koperasi Merah Putih jamin harga adil.
    *Stop Impor Saprodi: Bangun industri benih/pupuk mandiri, optimalkan pupuk organik lokal.
    *Petani Berpendapatan USD12.000/tahun: Konsolidasi lahan, akses pasar premium, dan pendampingan agribisnis.
    *Mekanisasi Massal: Sistem “ojol alat pertanian” dan teknologi presisi tarik minat generasi muda.
    *Revolusi Konsumsi: Hilirisasi pangan lokal + edukasi menu tradisional sejak SD.
    *Pertanian Cerdas Iklim (CSA): Integrasikan weather-smart, carbon-smart, dan water-smart.
    *Database Desa Digital: Katalogisasi lahan-produksi-petani berbasis AI.

Prof Edi menekankan: Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga konsumen. Pilih produk lokal, selamatkan masa depan!

Kesimpulan

*Kedaulatan pangan adalah membangun peradaban berbasis lokal dan berkelanjutan.
*Butuh kolaborasi seluruh pihak (petani, konsumen, pemerintah, akademisi).
*Konsumen berperan krusial dengan memilih produk lokal dan mendukung kebijakan berkelanjutan.
*Slogan: “Conserve Food, Save the Planet” dan “Agronomy Feed the World”.